Temen-temen aku mau bagi cerita tentang pengalamanku nih...dibaca yaaa
Pengganti Cinta
Pertama
Dulu ketika aku kelas VII, aku mulai ada rasa sama
seseorang. Seseorang itu berkulit putih, lebih tinggi dari aku, rajin beribadah
dan tidak sombong. Orang itu namanya Alif. Ya… nama yang sesuai dengan
cirri-cirinya. Aku sendiri namanya Natasha Bella Latuconsina, dan biasa
dipanggil dengan sebutan Natasha. Kata temen-temen, aku orangnya rajin
beribadah, suka menolong, rela berkorban, pendiam, pemalu, dan cerdas. Tapi
selain semua itu, ada satu hal yang menyakitkan bagi aku yaitu katanya aku
pendek. Tapi emang sebenernya itu fakta karena aku lebih pendek dari ketiga
teman sejatiku. Ketiga teman sejatiku yaitu yang pertama adakah Shiren. Shiren
itu menurut aku orangnya kadang suka mengalah, peduli sama temen, cerdas, dan suka
menolong. Teman sejatiku yang kedua namanya Shevia. Menurut aku, Shevia itu
orangnya pendiam, suka menolong, cerdas, dan rajin beribadah. Teman sejatiku
yang ketiga yaitu Jessica. Menurut aku, orangnya cerewet, suka memberi, cerdas
dan rajin beribadah.
Dengggg…. dengggg…. dengggg…. bel istirahat pun
berbunyi. Aku dan ketiga temanku yang bernama Shiren, Shevia, dan Jessica
langsung transit ke kantin Nusantara Bhakti kita yang tercinta. Ya… itulah nama
sekolahku yaitu sekolah Nusantara Bhakti. Memang saat istirahat aku dan ketiga
temanku selalu pergi ke kantin untuk mengisi perut yang keroncongan. Di kantin, aku dan ketiga temanku ngliat si
Alif lagi duduk sendirian sambil bertatapan dengan segelas es cappuccino
sekaligus sambil makan sandwich di tangannya. Kami berempat memesan mie ayam
dan jus jambu. Setelah memesan, ketiga temanku saling mengajak untuk duduk di
dekatnya Alif. Aku pun hanya terdiam dengan ekspresi datarku mengikuti apa mau
ketiga temanku itu. Ya… memang sebenarnya aku sengaja memasang muka datar supaya
ketiga temanku tidak curiga karena sebenarnya aku seneng banget bisa duduk di
deketnya Alif.
“Hai Lif.. kit” Ucap Shiren ke Alif
yang belum selesai bicara ditabrak oleh Shevia.
“Kita boleh duduk di sini bareng
sama kamu kan Lif?” Tanya Shevia.
“Oiya silakan, boleh kok” Jawab Alif dengan ramah.
“Kamu udah lama Lif ke sininya?”
Tanya Jessica ikut-ikutan nanya.
“Belum sih, baru aja pesenanku dateng
dan nih sandwichnya baru aku gigit.”
Balas Alif.
“Oooo.
Eh kamu ngapain Sha diem aja sambil ngelamun. Ikutan ngomong dong… entar
bisa-bisa lo kesambet loh.” Kata Jessica membuyarkan lamunanku.
“Lagi
mikirin Alif Kali.” Kata Shevia nyolot.
“Eh…
i… iya. Aku lagi nggak ngelamun kok, Cuma lagi ndengerin kalian ngomong.”
Kataku gugup karena aku bohong dan yang sebenernya
aku emang bener-bener lagi ngelamun mikirin Alif yang makin hari sikapnya makin
ramah.
“Alah, nggak usah pur-pura. Kamu lagi mikirin Alif
ya?” Tanya Shiren mulai curiga sama aku.
Belum
sampai aku ngejawab, Shevia menabrak dengan berteriak penuh keriangan karena
makanan sudah datang.
“Yeyyy makanan udah datang. Saatnya
makan.”
Sungguh aku merasa sangat lega karena Shevia
menabrak pembicaraanku dengan Shiren. Setelah makan tertata rapi di meja, kami
langsung menyantap dengan lahapnya. Setelah mungkin kira-kira lima sendok mie
ayam yang kita berempat lemparkan ke perut yang kosong ini, si Jessica mulai
mengajak berbincang-bincang.
“Sha, lo metikbunga mawar itu di
mana? Aku boleh pin?” Lagi-lagi kalau ada orang ngomong si Shevia selalu nabrak-nabrak.tapi
kalau yang sekarang, Shevia nabrak sekaligus ngambil bunga mawar milikku yang
nanti akan aku gunakan untuk percobaan fisika dari dalam sakuku.
“Wow… aku boleh pinjem kan Sha?”
Kata Shevia.
“Eh… apaan…. Kan aku duluan yang
pinjem.” Kata Shiren dengan penuh kesebalan sekaligus sambil berebut bunga itu
dengan Shevia.
“Stoppppp. Daripada kalian rebut
terus mendingan bunga itu aku yang pinjem.” Kata Jessica yang menenangkan
Shevia dengan Shiren tapi ada maunya. Akhirnya, Shevia, Shiren, dan Jessica
saling berebut bunga mawarku.
“Udah-udah kalian nggak usah rebutan
kayak gitu, ntar kalo sobek gimana?” Tanyaku penuh kekhawatiaran. Baru aja aku
bilangin tiba-tiba srek suara bunga
mawar aku yang sobek. Sobeknya itu jadi tiga. Yaitu, tangkai bunga yang berada
di tangan Shiren, setengah bunga sekaligus daun di tangannya Shevia, dan
setengah bunga lagi di tangan Jessica.
“Aduuhhhhh…. Tuh kan, baru aja aku
bilangin. Sekarang, hancur deh bunga mawarku. Padahalkan itu bunga satu-satunya
dan baru akupetik tadi pagi sampai harus hujan-hujanan.” Kataku penuh
kesedihan.
“Aduhhh… aku minta maaf ya Sha.”
Kata Shevia.
“Aku juga minta maaf ya Sha.
Gara-gara kamu si Ren, Jadinyakan bunganya sobek.” Kata Jessica menyalahkan
Shiren.
“Apaan nyalah-nyalahin aku, kan
bukan salahku. Eh Sha, aku juga minta maaf ya Sha.” Ucap Shiren melawan
Jessicadan minta maaf ke aku.
“Kita mau kok nyari bunga mawar yang
baru lagi buat kamu.” Ucap Shevia.
“Iya Sha.” Kata Jessica ikut-ikutan
berbicara.
“Iya bener Sha. Yang penting kamu
mau maafin kita.” Ucap Shiren ikut-ikutan memohon padaku.
“Ya oke… Aku maafin kalian semua dan
kalian nggak usah repot-repot nggantiin bunga mawar aku itu.” Kataku membalas
permohonan ketiga temanku itu.
“Makasih… Sha….” Ucap ketiga temanku
serempak. Ketiga temanku lalu melanjutkan memakan mie ayam lagi.
“Oiya, tapi aku entar praktek
fisikanya gimana ya?” Tanyaku.
“Kalian bertiga ada yang bawa dua
apa engga?”
Ketiga
temanku saling bertatap-tatapan lalu menggeleng dengan perasaan bersalah seperti
tadi sebelum aku maafin mereka.
“Nih, bunga buat kamu.” Kata Alif
sambil menyodorkan bunga mawar seperti milikku namun bunga yang diberikannya
jauh lebih seger.
Uhuk-uhuk
“Chieeee” Kata Shevia dengan berpura-pura keselek jus jambu yang diminumnya.
“Terima aja Sha.” Ucap Shiren
menyuruhku untuk menerimanya.
“Iya Sha. Lumayankan dapat bunga
buat praktek fisika nanti tanpa harus bersusah payah.” Kata Jessica mencoba
menggodaku.
“M..mm makasih ya.” Kataku sambil
mengambil bunga dari tangan Alif yang disertai dengan jantung yang
menghantam-hantam tak karuan.
Alif
hanya mengangguk dan melemparkan senyum tanpa mengeluarkan ucapan satu kata
pun.
“Lif, kamu dapat bunga mawar itu
dari mana?” Tanya Shiren kepo.
“Nih di sebelah aku ada pot bunga
mawar dan untungnya ada bunganya. Meski baru tumbuh satu.” Balas Alif.
“Eh, makanan udah habis nih. Ke
kelas yuk.” Ajak Jessica.
“Yuk, eh Lif kamu mau ke kelas
bareng kita nggak?” Tanya Shevia pada Alif karena emang kelasnya bersebelahan.
“Engga deh, kalian duluan aja.”
Jawab Alif.
“Sha,Ren. Tungguin kita dong.”
Teriak Jessica. Sebenarnya aku ingin nungguin Jessica sama Shevia sekaligus
ngliat senyummanisnya Alif. Tapi karena Shiren terus narik aku, akhirnya aku
gagal melihat senyumnya.
Keesokan harinya, aku berangkat
dengan perasaan senang karena masih teringat akan kejadian yang kemarin. Karena
di sekolah masih sepi sebab hari yang masih cukup pagi aku memilih untuk duduk
di depan kelas sambil membayang-bayangkan kejadian kemarin. Sepuluh menit
kemudian, aku dikageti oleh ketiga teman sejatiku yang biasa.
“Wooiii.” Ketiga temanku
mengagetiku.
“Lagi ngelamun mikirin Alif ya?”
Tanya Shevia.
“Cerita dong sama kita, kalo kamu
suka sama Alif.” Sahut Shiren.
“Apaan sih kalian, aku lagi nggak
mikirin siapa-siapa kok.” Balasku dengan wajah penuh dengan pura-pura.
“Udah deh Sha, certain aja. Siapa
tahu kita bisa bantu kamu buat lebih deket sama Alif.” Kata Jessica.
“Ya deh, sekarang aku ceritain ke
kalian. Aku emang lagi mikirin Alif karena aku suka sama Alif. Terus aku suka
sama Alif bukan karena kejadian kemarin, tapi emang udah dari dulu aku suka
sama Alif.” Kataku mencoba menjelaskan kepada ketiga temanku.
“Yeyyyy, aku tahu ceritanya.” Kata
Fasya yang ternyata lagi nguping pembicaraanku. Dengan segera, Fasya berlari
dan member tahu ke teman yang lain.
Semakin hari memang banyak kejadian
yang menyenangkan yang selalu kualami bersama dengan Alif. Namun, semakin hari
semakin banyak juga yang mengetahui aku ada rasa sama Alif. Hingga suatu saat
aku bertemu dengan Resti. Saat itu saat pulang sekolah.
“Hai Sha, Shev, Ren, Jes.” Sapa
Resti kepada aku dan ketiga temanku.
“Hai juga.” Jawab aku dan ketiga
temanku serempak.
“ Kamu maukan Sha lebih deket sama
Alif? Entar aku bantuin oke..?” Tanya Resti.
“Emm… entahlah.” Kataku dengan penuh
kebingungan dalam benakku.
“Pulang aja yukkk?” Ajak aku untuk
mengakhiri pembicaraan.
Setelah
kita berlima sampai di dekat gerbang yang lagi magang di sekolah, nggak sengaja
bertemu dengan Alif.
“Sha, aku kasih tahu ke Alif kalau
kamu suka sama Alif ya?” Tanya Resti.
“Jangan dong, please jangan dong
Res...” pintaku pada Resti. Karena sepertinya Resti kelihatannya mau tetep
ngomongin ke Alif, aku memutuskan untuk pulang mendahului keempat temanku.
“Alif, ada yang suka sama kamu.”
Kata Resti.
“Siapa?” Tanya Alif penasaran.
“Natasha.” Balas Resti.
Memang
aku pulang mendahului temanku,tapi jaraknmya masih cukup dekat sehingga aku
bisa denger percakapan mereka. Beberapa detik kemudian, keempat temanku
mengejarku.
“Sha, udah aku omongin ke Alif.”
Kata Resti.
“Eh semuanya, aku pulang dulu ya
soalnya udah dijemput nih. Daahhh…” Ucap Resti tak melanjutkan pembicaraan.
“Alif tadi waktu kalian kasih tahu
bilang apa?” Tanyaku.
“Alif nggak bilang apa-apa, dia Cuma
ndengerin terus buru-buru cabut anaknya.” Kata Jessica menjelaskan.
“Ooo,terus ekspresinya gimana?”
Tanyaku sekali lagi.
“Ekspresinya kaget, seneng, pokoknya
kayak gitu deh dicampur jadi satu.” Kata Shevia menjelaskan. Aku lalu
mengangguk-angguk mengiyakan penjelasan Shevia.
“Udah yuk, kita pulang sekarang.”
Ajak Shiren.
“Ya udah, yuk pulang.”
Setelah kejadian itu, sikap Alif
banyak berubah. Sikapnya benar-benar membuat aku bingung setengah mati. Kadang
Alif ngebuat aku makin suka samanya, tapi kadang juga Alif ngebuat aku
merasasupaya tidak mernyukainya lagi. Hingga satu bulan kemudian saat aku dan
ketiga temanku lagi duduk di koridor kelas 8.2, melihat ada Alif yang mau
menembak Angel di koridor kelas 7.2 jarak yang tidak jauh dariku. Angel itu
sebenernya temen sekelasku yang udah tahu kalau aku naksir sama Alif. Saat
Angel menerima menjadi pacarnya, Shiren menangis.”
“Ren, ngapain kamu nangis?” Tanya
Jessica.
“Iya Ren, kok bisanya kamu nangis
kayak gini sih? Orang Natasha aja yang suka nggak nangis.” Tambah Shevia.
“Aku Cuma ngerasa kasihan sama
Natasha.” Jawab Shiren dengun penuh kesedihan.
“Udahlah Ren, lagian aku nggak papa
kok dikayak gituin.” Jawabku santai meskipun sebenarnya ada perasaan
marah,benci, dan sedih yang sedang menjalari seisi hatiku.
Selama Angel dan Alif berpacaran, rasa yang dulu
suka mulai menghilang dan digantikan oleh rasa benci. Sebenarnya benci itu
berasal dari rasa sakit hati yang kecil mulai menggelembung besar. Dalam
kebencian itu, aku mulai tak mempedulikan orang yang bicara tentang Alif di
depanku dan mulai berpura-pura untuk bersikap acuh pada Angel. Selain itu aku
mencoba untuk move on sama Alif.
“Sha, kamu masih suka sama Alif?” Tanya Shiren
padaku.
“Udahlah, nggak usah sebut-sebut nama itu lagi di
depanku. Sebel tahu nggak dengernya.” Jawabku dengan cemberut.
Beberapa bulan Angel dan Alif berpacaran, akhirnya
ada berita bahwa mereka berdua putus. Setelah lama mereka putus, aku
benar-benar bisa move on 100%. Sebenarnya, aku bisa move on karena ada
penggantinya. Penggantinya itu namanya Boy. Sebenernya Boy itu orangnya cerdas,
disiplin, tegas, suka menolong, ramah, putih, dan lagi-lagi lebih tinggi dari
aku.
Oleh : Neli Hidayah (23)